Industry Updates

Pariwisata Berkelanjutan: Praktik Wisata yang Tidak Mengorbankan Bumi

Boracay adalah pulau kecil yang terletak di Filipina tengah, tepatnya di provinsi Aklan. Dengan pantai berpasir putih dan air laut yang biru, Boracay sempat dinobatkan sebagai pulau terbaik di dunia oleh majalah Travel+Leisure di tahun 2012. TripAdvisor juga memasukkan Boracay sebagai satu dari 25 pantai terindah di dunia, dan 7 terindah se-Asia.

Sayangnya, di bulan April 2018, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan penutupan pulau Boracay untuk para wisatawan. Penutupan ini dilakukan tentunya bukan tanpa sebab. Viralnya sebuah video yang menunjukkan air limbah berwarna hitam yang mengalir langsung ke perairan Boracay membuat destinasi wisata ini menjadi “perhatian” pemerintah pusat.

Penampakan pipa buangan yang mengalirkan limbah langsung ke perairan Boracay. Sumber: Jes Aznar/The New York Times
Penampakan pipa buangan yang mengalirkan limbah langsung ke perairan Boracay. Sumber: Jes Aznar/The New York Times

Permasalahan yang Terjadi di Pulau Boracay

Polusi menjadi salah satu masalah besar di pulau Boracay, dan salah satu sebab utamanya ialah kurangnya sistem pembuangan limbah yang layak. Terlebih lagi dengan banyaknya penginapan dan hotel yang beroperasi di pulau Boracay.

Di beberapa pantainya misalnya, airnya mengandung bakteri faecal coliform (bakteri e.colli yang bisa menyebabkan diare) dengan jumlah 47 kali lebih banyak dibandingkan batas aman. Hal ini tentunya bisa menyebabkan masalah kesehatan baik untuk wisatawan maupun masyarakat lokal.

Padahal Boracay juga dikenal dengan wisata snorkeling dan biota laut yang indah. Mulai dari ikan puffer, ikan badut (nemo), ikan kakatua, sampai bintang laut. Akan sangat disayangkan apabila keindahan bawah laut Boracay ikut tercemar limbah yang tidak dikelola dengan baik sebagai akibat dari kegiatan pariwisata.

Jumlah wisawatan yang berkunjung ke Filipina dalam beberapa tahun terakhir memang meningkat pesat. Di tahun 2017 sendiri jumlah turis mancanegara yang berkunjung ke Filipina mencapai 6,6 juta orang. Sepertiga dari jumlah tersebut, yaitu sekitar lebih dari 2 juta orang, berkunjung ke Boracay.

Sebagai informasi, pulau Boracay hanya seluas 10 kilometer persegi dan ditinggali oleh kurang lebih 30,000 penduduk. Dengan demikian, maka perbandingan jumlah turis dan penduduk lokal adalah 1 banding 66 orang.

Suasana pantai Boracay yang dipadati oleh wisatawan. Sumber: Joey Razon/Wikimedia

Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa ada sekitar 800 pelanggaran lingkungan yang terjadi pulau Boracay. Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Filipina juga memerintahkan penutupan 300 pelaku usaha dan bisnis di pulau Boracay yang dinyatakan melanggar hukum.

Selain itu, jumlah sampah yang dihasilkan setiap orang di Boracaya tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan di Manila selaku ibu kota.

Tumpukan Sampah yang berada di pulau Boracay. Sumber: Constantine Agustin/Flickr
Tumpukan Sampah yang berada di pulau Boracay. Sumber: Constantine Agustin/Flickr

Pentingnya Pariwisata yang Berkelanjutan (Sustainable Tourism)

Dampak negatif yang muncul akibat aktivitas dan keberadaan manusia di tempat wisata sudah sepantasnya membuat kita mengevaluasi kembali praktik pariwisata yang kita lakukan. Jika tidak, maka sama halnya dengan pulau Boracay, destinasi-destinasi wisata alam yang dulunya indah akan menjadi rusak dan tercemar.   

Faktanya, sektor pariwisata menyumbang 5% dari emisi karbon global. 4 persennya berasal dari transportasi, dan 1 persennya berasal dari sektor akomodasi dan sebagian kecil aktivitas pariwisata.(UNWTO/UNEP, Climate change and tourism, 2008).

The tourism sector contributes to 5% of the global carbon emmissions. Source: Jordan Sanchez/Unsplash
Sektor pariwisata menyumbang 5% emisi karbon global. Sumber: Jonathan Sanchez/Unsplash

Selain itu, seorang turis bisa menggunakan 84 sampai 2,000 liter air per hari, tergantung dari lamanya mereka menetap, fasilitas di hotel, jenis  makanan yang dikonsumsi,,serta faktor lainnya (Gössling et al., 2012)

Kabar baiknya adalah belakangan ini konsep pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism mulai banyak diangkat dan diterapkan.

Apa itu Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)? 

Organisasi Pariwisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai kegiatan pariwisata yang benar-benar mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, serta lingkungannya, baik dampak langsung maupun jangka panjang. Selain itu, pariwisata berkelanjutan juga mengakomodir kebutuhan pihak-pihak seperti wisatawan, industri pariwisata, lingkungan, serta komunitas lokal yang tinggal di kawasan wisata.

Sehubungan dengan definisi tersebut, maka prinsip dari pariwisata yang berkelanjutan antara lain:

  1. Memaksimalkan penggunan sumber daya alam yang menjadi elemen penting dalam pengembangan wisata, menjaga proses dan siklus ekologi yang esensial, serta membantu melestarikan kekayaan alam beserta keanekaragaman hayati.
  2. Menghormati keaslian aspek sosial budaya milik komunitas lokal, menjaga warisan budaya mereka (baik warisan yang dibangun maupun yang hidup) serta berkontribusi terhadap adanya toleransi serta pemahaman antar budaya.
  3. Memastikan adanya aktivitas ekonomi yang bisa dilaksanakan secara berkelanjutan, serta memberikan keuntungan sosial ekonomi kepada semua pemegang kepentingan secara adil dan merata. Keuntungan ini dalam bentuk pekerjaan yang stabil, kesempatan untuk memperoleh penghasilan, serta servis sosial untuk komunitas lokal yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan.

Menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan juga penting karena beberapa studi menunjukkan adanya permintaan yang meningkat terhadap praktik pariwisata berkelanjutan.

Sebagai contoh, studi di tahun 2015 yang dilakukan oleh Booking.com memperlihatkan bahwa 52% wisatawan lkemungkinan memilih situs pariwisata berdasarkan dampak lingkungan yang dimiliki. Selain itu mereka juga 3x lebih condong untuk menetap di akomodasi yang “hijau” dibandingkan di tahun 2014.

Apa Saja yang Harus Diperhatikan dalam Merencanakan Pariwisata Berkelanjutan?

Misi untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan akan berdampak baik tidak hanya di masa sekarang, namun juga di masa depan, Oleh karena itu, harus ada parameter yang jelas untuk mengukur kemajuan atau progress suatu tempat pariwisata agar bisa dikatakan berkelanjutan. 

Dari sinilah muncul istilah benchmark, yaitu membandingkan performa suatu bisnis di tempat tertentu dengan bisnis lain yang serupa. Perbandingan ini berguna agar pelaku bisnis mampu menilai dan mengevaluasi performanya sendiri (karena ada standar atau perbandingan yang bisa dijadikan patokan)

Adapun benchmark yang biasa digunakan di sektor pariwisata yaitu:

  • Listrik dan konsumsi energi per meter persegi dalam Killowatt per jam (kWh) dari area yang dilayani/dijangkau oleh infrastruktur pariwisata
  • Konsumsi air tawar dalam liter atau meter kubik, per tamu dan per malam,
  • serta produksi sampah (dalam kilogram/liter per tamu dan per malam)
Konsumsi energi dan air menjadi salah satu parameter untuk mengukur pariwisata berkelanjutn. Sumber: Taylor Simpson/Unsplash
Konsumsi energi dan air menjadi salah satu parameter untuk mengukur pariwisata berkelanjutan. Sumber: Taylor Simpson/Unsplash

 

Aktor-Aktor Dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan

Mewujudkan sektor pariwisata yang berkelanjutan tidak bisa hanya mengandalkan satu atau dua pihak, melainkan semua pihak dan aktor yang terlibat di dalamnya. Antara lain:

1) Pemerintah. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang mendukung terwujudnya pariwisata yang berkelanjutan, bukan kebijakan yang hanya berfokus pada mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa menghiraukan daya dukung lingkungannya.

2) Konsumen. Sebagai pihak yang menikmati dan menggunakan segala macam fasilitas yang ada di tempat wisata, konsumen juga harus diberikan edukasi untuk bisa membuat pilihan wisata yang bertanggung jawab. Paling tidak mereka sadar akan dampak negatif yang mereka tinggalkan sehingga kedepannya bisa bijak saat berwisata ke suatu tempat.

3) Komunitas lokal. Masyarakat lokal yang tinggal di lokasi pariwisata harus memiliki hak dan dilibatkan dalam pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan pariwisata. Mereka harus diminta pendapatnya dalam hal setuju/tidaknya tempat tinggal mereka dijadikan objek wisata, dan jika iya maka bagaimana tempat tersebut harus dikelola.

Komunitas lokal harus dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan pariwisata. Sumber: traveltalkmag.com.au
Komunitas lokal harus dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan pariwisata. Sumber: traveltalkmag.com.au

4) Industri Pariwisata. Para pelaku bisnis yang bergerak di sektor pariwisata harus ikut bertanggung jawab sebagai penyelenggara bisnis dan penyedia barang dan/atau jasa. Antara lain dengan mematuhi peraturan lokal yang berlaku, membayar pajak, dll. Kehadiran industri pariwisata harus meningkatkan kualitas masyarakat lokal, serta mengedukasi konsumen dalam praktik wisata yang berkelanjutan, bukan malah sebaliknya.

5) Organisasi Non-pemerintah (LSM). Peranan organisasi swasta penting sebagai pihak ketiga yang memantau dan melaporkan adanya praktik-praktik yang melanggar aturan, baik dari segi sosial dan lingkungan.

Situs Pariwisata di Indonesia

Indonesia memiliki banyak sekali situs pariwisata yang indah, dan sektor pariwisata sendiri memberikan banyak pemasukan baik untuk negara maupun masyarakat lokal. Akan tetapi, situs-situs pariwisata tersebut banyak juga yang sudah terlewat padat karena terlalu banyak pengunjung (overtourism), contohnya Bali.

Di tahun 2017, Bali menerima sebanyak 5,7 juta pengunjung yang kebanyakan berasal dari China dan Australia. Selain itu, menurut Dinas Lingkungan Hidup Bali, sebanyak 3,500 ton sampah diproduksi Bali setiap harinya.

Plastic waste that are scattered in a beach near Denpasar, Bali. Photograph: Johannes Christo/Reuters
Sampah plastik yang berserakan di pantai dekat Denpasar, Bali. Sumber: Johannes Christo/Reuters

Bali juga kini mengalami masalah krisis air di musim kemarau. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh sektor pariwisata yang menggunakan 65% air tanah di pulau Dewata tersebut. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa setiap harinya, akomodasi seperti hotel dan villa mengkonsumsi sebanyak 3,000 liter air per hari.

Di Indonesia sendiri praktik pariwisata berkelanjutan belum dominan, apalagi di situs-situs wisata populer. Akan tetapi mulai banyak juga inisiatif-inisiatif dari level tapak atau komunitas untuk menjaga agar situs wisata tidak semakin rusak.  Salah satu contonhya adalah proyek Eco Ranger di Pantai Merah Banyuwangi hasil kerja sama dengan Greeneration Foundation dan Coca Cola Indonesia. 

 Eco Ranger sendiri merupakan organisasi yang terdiri dari masyarakat lokal yang menjalankan sistem pengelolaan sampah bertanggung jawab, mengedukasi wisatawan dan masyarakat mengenai isu lingkungan, serta memastikan bahwa tempat wisata yang sekaligus menjadi tempat tinggal mereka tetap bisa dinikmati oleh generasi berikutnya. 

Sebagai wirausaha sosial yang bergerak di bidang pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, Waste4Change turut mendukung terwujudnya praktik pariwisata yang berkelanjutan melalui servis Community-Based Implementation (CBI).

Produksi sampah yang masif menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi situs wisata yang populer, oleh karena itu Waste4Change siap memberikan pendampingan kepada komunitas lokal dalam mengelola sampah yang dihasilkan di situs pariwisata secara bertanggung jawab.

Karena  kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab tidak seharusnya mengorbankan lingkungan.

Baca artikel versi Bahasa Inggris/English version di sini.

References:

https://theconversation.com/sustainable-tourism-is-not-working-heres-how-we-can-change-that-76018

https://www.vice.com/en_asia/article/qvexem/balis-tourism-is-sucking-the-island-dry

https://www.theguardian.com/travel/2019/jan/25/bali-plans-tourist-tax-to-tackle-plastic-pollution

http://www.greentourism.eu/en/Post/Name/SustainableTourism#_ftn1

Pacific Islands: the Paradises ruined by ‘Overtourism’

Sustainable Tourism

https://sdt.unwto.org/about-us

https://www.telegraph.co.uk/travel/lists/beautiful-islands-ruined-by-tourism/

https://www.reuters.com/article/us-philippines-environment-boracay/flashes-of-past-paradise-as-philippines-boracay-empties-for-makeover-idUSKBN1HX0PG

https://www.telegraph.co.uk/travel/destinations/asia/philippines/articles/boracay-closure-when-will-island-reopen/

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami