Industry Updates

Limbah Infeksius Rumah Tangga Jadi Potensi Masalah Baru di Tengah Pandemi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat peningkatan limbah medis yang cukup signifikan yakni sekitar 30-50% selama pandemi Covid-19. Lebih lanjut dihimpun dari 34 provinsi di Indonesia, tercatat ada sebanyak 1.662,75 ton limbah COVID-19 dihasilkan hingga Oktober 2020.

Limbah infeksius domestik dalam masa pandemi COVID-19, dapat berpotensi menjadi media penyebaran virus apabila tidak ditangani dengan benar.  Limbah yang seharusnya dibuang berdasarkan pengelolaan limbah B3 justru terdampar di lokasi Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA sampah rumah tangga bercampur dengan sampah lainnya. 

Ketua Pelapak dan Pemulung Indonesia Bagong Suyoto menyesalkan adanya limbah infeksius di tempat pembuangan akhir karena akan berdampak kepada para pemulung, keluarga dan warga sekitarnya (CNN, 2020). Temuan limbah infeksius di TPA menandakan adanya kesalahan penanganan dan pengelolaan sampah pada sumbernya. Melihat pada kota besar di Indonesia yakni daerah Jabodetabek, pengelolaan limbah infeksius rumah tangga khususnya pada tata kelola pembuangan masker masih menimbulkan permasalahan tersendiri (Cordova, 2020).

Limbah infeksius adalah limbah yang telah terkontaminasi organisme pantogen yang dapat menularkan penyakit pada manusia rentan (Direktorat Kesehatan Lingkungan).  Limbah ini dapat menjadi sumber penyakit bagi keluarga, para petugas kesehatan dan kebersihan serta masyarakat sekitar.

Pasalnya, sudah ada Surat Edaran dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang mengatur tentang pengelolaan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-19.  Untuk limbah infeksius rumah tangga ODP, surat edaran itu juga memberikan pedoman untuk mengumpulkan limbah APD seperti masker, sarung tangan, dan baju pelindung diri, serta mengemas tersendiri dengan wadah tertutup. Kemudian, limbah diangkut dan dimusnahkan pada pengelolaan limbah B3.

Tujuan utama dilakukannya pengelolaan limbah infeksius Covid-19 adalah mencegah penularan pada setiap golongan masyarakat seperti petugas kebersihan, petugas keamanan, petugas kesehatan, dan masyarakat sekitar. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terpapar virus Covid-19 harus dirawat di rumah sakit. Namun, bagi mereka yang bergejala ringan dapat ditangani di rumah dan menghasilkan pula limbah infeksius.

Pemerintah dalam perwujudannya untuk menghindari terjadinya penumpukan limbah yang ditimbulkan dari penanganan Covid-19 berasal dari faskes, rumah tangga yang terdapat ODP (Orang Dalam Pemantauan), dan sampah rumah tangga serta sejenis rumah tangga akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19).

Kemudian, dilakukan penyesuaian surat edaran dengan kondisi lapangan yang pada intinya terjadi perkembangan sumber-sumber limbah B3, tempat pelaksanaan uji deteksi Covid-19, pelaksanaan vaksin seluruh Indonesia, dan teknologi uji deteksi Covid-19 sehingga dikeluarkan kembali Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah dari Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) yang lebih jelas dapat diakses melalui (surat edaran menlhk no 3 tahun 2021 – Bing).

Petugas yang tengah menangani sampah medis yang menggunung akibat epidemi Corona di Cina. Sumber foto: Reuters

Berbagi Peran Stakeholder

Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 65 ayat 4 UUPPLH). Oleh karenanya, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya guna melindungi dan mengurangi akibat yang terjadi dari penyakit menular tersebut (Pasal 152 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

Pemerintah dalam hal ini berperan menyampaikan segala informasi termasuk tata cara mengelola limbah infeksius rumah tangga sebagai bagian dari pengelolaan sampah rumah tangga sesuai pilar 4 STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) (Fasyankes (kemkes.go.id)). Kemudian, Petugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah infeksius yang dikumpulkan warga untuk dibawa ke tempat pengumpulan dan pengelolaan limbah B3. Pemerintah juga harus memastikan bahwa seluruh petugas kebersihan khusus menggunakan APD lengkap pada saat bertugas juga ketersediaan dropbox/ depo.

Selain itu peran komunitas hadir untuk membantu aparatur desa/ kelurahan dan petugas Puskesmas dalam pendataan keluarga OPD/ PDP ringan yang akan menghasilkan limbah infeksius. Jika tidak ada petugas kebersihan khusus, komunitas lah yang nantinya membantu petugas kesehatan dalam menghubungi petugas kebersihan Pustu/ Puskesmas/ Rumah Sakit dalam pengangkutan limbah infeksius untuk disatukan dengan limbah infeksius dari faskes.

Kemudian, komunitas juga diharapkan dapat mengorganisir warga untuk mengumpulkan kantong sampah infeksius bertanda dari rumah warga yang merawat ODP dan/atau PDP ringan serta meletakkannya di dropbox atau depo. Jauh lebih dalam lagi, peran keluarga lah yang paling dasar untuk melakukan perlindungan.

Rumah dengan anggota keluarga ODP/ PDP ringan secara terpisah mengumpulkan limbah infeksius dalam kantong limbah infeksius yang tertutup rapat sebelum diangkut nantinya oleh petugas. Para orangtua harus memastikan bahwa limbah infeksius maupun kantong limbah infeksius bertanda tidak mampu dijangkau oleh anak-anak. 

Disamping telah adanya pedoman dalam mengelola limbah infeksius rumah tangga, masih terdapat tantangan dan hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu Pertama, pemenuhan informasi ke publik masih kurang, hal ini dapat dibuktikan pada minimnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana cara pengelolaan limbah masker ini dalam skala rumah tangga. 

Sebagian besar masyarakat juga belum sepenuhnya melakukan pemilahan sampah. Salah satu penyebab ketidaktahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah ini adalah masih minimnya sarana edukasi dan sosialisasi mengenai hal tersebut (Amalia, et.al, 2020). Kedua, perbandingan jumlah limbah medis dengan fasilitas pengelolaan belum seimbang memperbesar peluang limbah infeksius rumah tangga tidak tertangani dengan baik (Cordova, 2020). 

Sehingga berdasarkan dua tantangan tersebut, pentingnya menilik kembali peningkatan pengetahuan warga tentang jenis dan penanganan limbah  infeksius rumah tangga, serta peningkatan kapasitas fasilitas pengelolaan limbah infeksius rumah tangga.

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami