Industry Updates

Uyus Setia Bhakti:  “Saya Menyesal Mencintai Sungai Cisadane”

Membahas permasalahan sampah memang seperti tidak ada habisnya. Belum lagi jika ditambah dengan sampah yang ada di sungai dan lautan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan bantuan dari banyak pihak agar sungai dapat kembali memberikan manfaat dari keberadaannya bagi manusia. Hal inilah yang menjadi alasan Uyus Setia Bhakti dan kawan-kawan bertekad menciptakan perubahan. Salah satunya mengembalikan fungsi alami sungai Cisadane yang telah lama tertumpuk sampah.

Terciptanya Komunitas Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci)

Cinta menjadi dasar utama Uyus Setia Bhakti (41) untuk mulai membuka lebih luas jendela tentang material yang menjadi sumber kehidupan manusia: air.

Bukan hanya dirinya saja, namun Uyus bersama rekannya merasakan keresahan yang sama akan terus menurunnya kualitas air di Sungai Cisadane. Mereka kemudian membentuk satu komunitas di tepian sungai, Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci). Uyus melewati banyak proses untuk dapat mendirikan komunitas ini. Bermodalkan 15 ribu rupiah, Banksasuci hingga kini masih berjalan dan telah berhasil mengatasi 24 titik timbulan sampah di tepian sungai. 

Sekitar tahun 80-an air Sungai Cisadane masih sangat jernih, lalu mengeruh akibat banyaknya industri yang bermunculan di sekitar sungai dan penduduk yang menganggap sungai merupakan tempat sampah gratis. Pola pikir masyarakat seperti itu yang menurut Uyus sukar untuk kemudian mewujudkan Sungai Cisadane bebas sampah. Tak ingin impiannya pudar, ia menggunakan strategi komunikasi perubahan perilaku demi meluluhkan sekaligus mengedukasi masyarakat perihal sampah. 

Perjalanan Uyus untuk mewujudkan Sungai Cisadane bebas sampah terbilang pelik. Kecaman dari warga akan teguran dan aturan yang diciptakan oleh Uyus menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan ancaman golok pun pernah ia terima karena warga merasa ruangnya dibatasi dalam membuang sampah.

Tim Waste4Change berkesempatan mewawancarai Uyus, selaku pendiri dan pembina Banksasuci. Wawancara dilakukan di atas perahu yang siap mengarungi Sungai Cisadane untuk sekaligus melihat kondisi sungai, merasakan aroma sungai secara lebih dekat. Tak hanya kami, penumpang lain datang dari berbagai latar belakang; aktivis isu sampah, pengurus Banksasuci, sampai masyarakat umum.

Seberapa penting Sungai Cisadane untuk warga sekitar?

Sungai Cisadane itu sangat penting, sumber kehidupan. Sungai Cisadane kering, semuanya teriak. Masjid teriak, masyarakat teriak, perusahaan-perusahaan teriak. 

Kalau untuk sampah sendiri, sampah itu feses. Kenapa selalu kita yang diajarin (untuk tidak membuang sampah ke sungai). Padahal yang menikmati sebelum ini menjadi feses itu sebenarnya siapa? Produsennya.

Bagaimana caranya meminimalisir sampah plastik? Gampang, naikin aja harga plastik biar mahal, kalo sekarang harganya 10 ribu, bikin jadi 300 ribu. Produsen pasti mikir, dia akan mencari cara apa lagi nih (supaya bisa dapat) bahan baku yang ekonomis. kalau produsennya sudah mengurangi plastik, plastik yang tersebar juga akan berkurang. Tahun 2020 harusnya kita sudah bebas sampah, nyatanya 2021 kita masih terjajah oleh sampah.

Tujuan utama membentuk Banksasuci?

Nyesel, sih emang kalo ngomongin itu. karena itu kan tentang cinta, nyesel saya mencintai Sungai Cisadane.

Loh, kenapa, Kang?

Nyesel kenapa gak dari dulu.

Kenapa kita cinta terhadap sungai? Karena banyak orang yang bilang, bukan hanya orang Indonesia saja, orang luar negeri juga pada bilang “air adalah sumber kehidupan”. tidak ada emas, tidak ada permata, tidak memiliki uang, manusia masih bisa hidup, tapi tidak memiliki air, bukan sekedar manusia tapi semua makhluk mati. 

Tapi ada pertanyaan kenapa harga air lebih murah dibandingkan emas dan permata padahal air sumber kehidupan, dan kenapa juga seolah-olah seluruh manusia itu gak terlalu peduli dengan air, hanya sebagian kecil saja. Terutama di Indonesia, sungai-sungai banyak tapi semuanya terbengkalai, lautan luas dan kekayaannya berlimpah, tapi sampah-sampah terutama sampah plastik hari ini mendominasi. Nah, sampah-sampah di laut itu kan awalnya dari sungai yang bermuara di laut.

Ketika kita tidak memiliki rasa cinta kepada sungai, ya jadinya gunungan sampah di laut. Mungkin kalau dulu kita udah mulai cinta sama sungai, kita jagain sampahnya, barangkali hari ini akan jauh lebih ringan persoalannya. Kemarin teman-teman aktivis mengajak untuk membersihkan laut, tapi kan nyatanya susah banget. 

Dari rasa cinta itulah kemudian saya merintis sebagai wahana untuk semua stakeholder baik itu pengamat, pemerhati, aktivis, dan juga pemerintah. Ayo kita kumpul di sini, curahkan segala daya pikirmu, karyamu, kepedulianmu terhadap sungai, air, maupun udara.

Kenapa kemudian tempatnya ditempatkan di tepian sungai seperti ini?

Untuk mendekatkan stakeholder, masyarakat, manusia dengan sumber kehidupannya. Beberapa tahun yang lalu, masyarakat melihat sungai Cisadane cuma dari atas kendaraan bermotor atau dari mobil. Sengaja kita buka kayak gini supaya tidak ada sekat antara manusia dengan sumber kehidupannya. Kalau ada perahu seperti ini, mereka dekat dengan airnya mereka bisa mencium bau airnya. Kami juga mengajak mereka untuk mengamati bahwa sampah terus menerus masuk ke sungai.

Persoalan ini sudah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu. Membuang sampah ke sungai sudah menjadi habit dari masyarakat, industri, dan pengusaha. 

Maka, apakah kita bisa membantu mengubah mindset dan perilaku mereka? Itu bukan pekerjaan yang mudah juga. Maka strategi kami adalah strategi komunikasi perubahan perilaku, bagaimana merubah perilaku masyarakat yang biasa membuang sampah ke sungai untuk tidak melakukan itu dan menganggap sungai adalah sumber kehidupan yang harus kita muliakan.

Kami dulu cuma punya modal 15 ribu dan alhamdulillah sampai saat ini masih terus berjalan. Jadi dengan seperti ini, kami coba melakukan komunikasi perubahan perilaku dengan masyarakat yang mau berkunjung ke sungai cisadane melalui pintu Banksasuci. 

Bagaimana caranya, Kang?

Yuk, bawa sampah 2 kilo minimal bekas air kemasan mineral ke Banksasuci, Anda hibahkan itu Anda bisa masuk sini dan naik perahu. Tiketnya dengan sampah.

Berarti kalau tiketnya dari sampah apakah sampahnya harus spesifik dari kali Cisadane atau tidak?

Nggak, boleh dari luar, dari rumah mereka. Tujuannya adalah kami mau mereka berpikir bahwa sampah itu memiliki nilai tukar. mereka kemudian bisa mengedukasi anaknya untuk memilah sampah dan kemudian berwisata ke Banksasuci. Nilai edukasinya kira-kira di situ.

Kalau bayar pakai cash boleh masuk kah?

Itu sebenarnya bukan bayar, ya. jadi ada sebagian orang yang ke sini gak bawa sampah lalu mereka beli sampah terlebih dahulu untuk kemudian masuk ke Banksasuci. Jadi, kita gamau sebenarnya pakai cash, karena nilainya gak seberapa kalau diuangkan, tapi nilai edukasinya itu yang penting. 

Tantangan yang paling berat dalam mengedukasi mereka?

Yang paling berat itu kan persoalannya mereka ini sudah menjadi habit yang memandang sampah itu menjijikan. Nah, kita sebagai agent of change butuh strategi dan penyesuaian. 

Waktu awal-awal kita bersihkan sampah di sekitar sini juga banyak orang yang marah, ada yang sampai bawa golok.Tapi pada akhirnya mereka malah minta bikinin tempat sampah, akhirnya kita harus extra, kita harus mengedukasi juga dan harus memfasilitasi dengan bikinin tempat sampah. 

Dulu pernah ada masyarakat yang ngelawan, sekarang masih adakah?

Sekarang sudah gak ada, udah bersahabat semua. Kita sudah berhasil mengatasi 24 titik timbulan sampah di tepian Sungai, yang deket-deket sama kita sudah mulai berubah, sudah mulai hilang. Tinggal yang jauh-jauhnya aja. 

Kontribusi dari Pemerintah Daerah (Pemda) kepada Banksasuci?

Pemda ini bisa membantu kalau kegiatannya konkrit, kalau gak konkrit mereka juga mikir-mikir lagi. Bagi kami good will-nya dari mereka saja sudah merupakan dukungan yang luar biasa. Kehadiran mereka ke Banksasuci saja sudah menjadi energi untuk kami. 

Sampah di Sungai Cisadane jenisnya apa saja?

Ada 98 jenis sampah di Sungai Cisadane. Sofa, kasur, pampers, alat kontrasepsi, pembalut, plastik bekas kemasan, styrofoam, karton, limbah medis, dan lain-lain.  Didominasikan oleh sampah plastik, pampers sampah rumah tangga. 

Jadi bagaimana menyelesaikannya?

Sederhanakan. Kita anggap ringan kita ajak yang lain masalah ini adalah masalah yang ringan, tapi kita melakukan, bukan membicarakan saja. 

Percakapan kami berakhir pada pertanyaan solusi dalam menyelesaikan masalah sampah di Sungai Cisadane. Usai bercakap kami menuju tepian perahu untuk melihat lebih detail kondisi Sungai Cisadane dan jenis sampah yang tergenang.  Beberapa warga tepian sungai melambaikan tangan kepada kami seolah menyapa dari kejauhan. 

Perahu itu membawa kami ke satu tempat yang dilengkapi saung, seolah tempat itu memang sengaja dibangun sebagai dermaga dari perahu milik Banksasuci. Pisang goreng dengan kepulan asapnya menyambut para penumpang perahu setibanya di saung. Menikmati angin sore dilengkapi hidangan pisang goreng menyempurnakan sore kami kala itu. 

Sepanjang mengarungi Sungai Cisadane kami hanya melihat 2 sampai 3 titik timbulan sampah namun, sampah yang tergenang cukup banyak dan didominasi oleh sampah plastik.  Sama halnya seperti yang dikatakan Kang Uyus, sungai ini berbau amis, entah disebabkan oleh ikan yang hidup di dalamnya atau ada faktor lain sebagai penyebabnya. 

Sore kami diakhiri dengan warna jingga dari matahari terbenam juga 2 pelangi yang muncul di langit seolah memberikan salam perpisahan. Terima kasih Cisadane dan Komunitas Banksasuci, semoga tidak pernah lelah mencintai Cisadane dan mengedukasi masyarakat untuk tetap menyadarkan bahwa sampah bukanlah “sampah”.

Baca artikel versi Bahasa Inggris/English version di sini.

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami