Our Impacts

Waste4Change Siap Berkolaborasi dengan Perusahaan Pengemasan dan FMCG untuk Kurangi Jumlah Sampah Kemasan di TPA dan Lingkungan 

Waste4Change Siap Berkolaborasi dengan Perusahaan Pengemasan dan FMCG untuk Kurangi Jumlah Sampah Kemasan di TPA dan Lingkungan

Bekasi, 28 April 2021 – PT Waste4Change Alam Indonesia (Waste4Change) siap memperkuat kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan pengemasan (packaging manufacturers) dan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) untuk mengurangi volume sampah kemasan yang tidak terkelola dan berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) serta lingkungan. Hal ini dibahas pada webinar Bijak Kelola Sampah Kemasan pada Rabu, 28 April 2021. Webinar tersebut dihadiri oleh Founder dan Managing Director Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano; Executive Director Indonesian Packaging Federation (IPF), Henky Wibawa; Sustainability Manager Tetra Pak Indonesia, Reza Andreanto; dan Head of Digital Partnership Services Waste4Change, Rizky Ambardi.

Greenpeace pada 2019 melaporkan bahwa sebanyak 855 miliar sampah kemasan terjual di pasar global, dengan Asia Tenggara memegang pangsa pasar hingga 50 persen. Hal ini diperkirakan akan meningkat hingga 1,3 juta triliun kemasan pada 2027. Maka, penting bagi para pemangku kebijakan, pelaku perusahaan pengemasan, dan produsen serta konsumen, untuk turut bergotong royong melakukan pengelolaan sampah kemasan secara bertanggung jawab untuk meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh timbulan sampah kemasan. 

Founder dan Managing Director Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano yang akrab disapa Sano mengungkapkan bahwa permasalahan sampah masih menjadi isu yang besar untuk negeri ini. “Lebih dari separuh sampah yang diproduksi masih masuk ke TPA, yang kemudian diikuti dengan pengelolaan yang masih belum bertanggung jawab seperti dibakar, dikubur. Ada pula sampah-sampah yang tidak terkelola yang kemudian mencemari lingkungan kita, baik itu daratan maupun perairan Indonesia. Hal ini menjadi berat dan sulit bila hanya mengandalkan satu pihak saja. Tidak bisa pemerintah jalan sendiri, begitu pula swasta, atau pun asosiasi dan komunitas, karena yang diperlukan adalah aksi kolaboratif,” ungkap Sano saat membuka webinar. 

Sementara itu, Sustainability Manager Tetra Pak, Reza Andreanto memaparkan bahwa untuk menciptakan kemasan makanan dan minuman masa depan yang berkelanjutan, produsen dan perusahaan pengemasan perlu mempertimbangkan banyak hal, awalnya dari bahan baku yang dipilih, harus diperhatikan berasal dari sumber daya terbarukan yang dikelola secara bertanggung jawab dan pada akhirnya harus dibuktikan untuk dapat didaur ulang. “Kemasan karton Tetra Pak, rata-rata terbuat dari 70 hingga 75 persen karton dan sisanya merupakan lapisan tipis plastik polimer dan alumunium. Tetra Pak berupaya terus berkontribusi dalam ekonomi sirkular rendah karbon dengan: 1). Memastikan bahan baku yang digunakan bersumber secara bertanggung jawab didukung dengan adanya sertifikasi material, 2). Penggunaan material terbarukan, yaitu berbasis hasil hutan atau tanaman, dan 3). Bekerjasama dengan pemain di seluruh rantai pasokan pengelolaan sampah,” papar Reza.

Selain mempertimbangkan bahan baku kemasan dan sumbernya, Tetra Pak juga berkolaborasi dengan berbagai pemain di rantai pasokan pengelolaan sampah, salah satunya bekerja sama dengan Waste4Change dan IPF yang tidak hanya untuk memperkuat infrastruktur pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang kemasan karton, namun juga terjun langsung dalam edukasi konsumen mengenai kemasan karton. 

Dari perspektif industri, Executive Director IPF, Henky Wibawa menjelaskan bahwa “IPF senantiasa mendorong seluruh sektor industri dan konsumen untuk melihat hal ini sebagai suatu life cycle, dimana suatu material dipandang sebagai sumber daya alam awal, kemudian diproses menjadi suatu bahan material, lalu dilanjutkan dengan pembuatan desain yang memenuhi kebutuhan yang diminta. Baru setelahnya juga berlanjut pada lini distribusi, retail, dan use serta after use-nya. Dalam hal ini keterlibatan konsumen, pemerintah, dan semua pihak sangat penting karena hal ini yang kita sebut sebagai Triple Bottom Line; masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan,” ujar Henky. 

Henky melanjutkan bahwa sistem ekonomi saat ini belum menyediakan insentif yang memadai untuk mendorong sistem daur ulang dan mengurangi material yang dipakai. Selain itu, diperlukan suatu konsep yang holistik untuk dapat menerapkan ekonomi sirkular.  “Di dalam penerapannya, diperlukan juga policy dan standarisasi daur ulang kemasan yang tidak hanya berlaku secara Internasional namun juga yang dapat diterapkan di Indonesia. Hal inilah yang belum jalan dan harus kita perhatikan,” lanjut Henky. 

Sebagai perusahaan pengelola sampah secara bertanggung jawab, saat ini Waste4Change telah memperluas fasilitas pengelolaan sampahnya yaitu Rumah Pemulihan Material (RPM) dan sejak 2020 telah membuka cabang operasional di kota lainnya di luar Jabodetabek, di antaranya  Medan, Bandung, Semarang, Sidoarjo, dan Surabaya.

Solusi pengelolaan sampah Waste4Change juga semakin bertumbuh mulai dari program yang dapat diimplementasikan oleh pelaku bisnis yaitu Reduce Waste to Landfill (RWTL), Extended Producer Responsibility (EPR), hingga Waste Credit. 

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemerintah mencapai target Indonesia Bersih dan Bebas Sampah yang tertuang dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga melalui Perpres 97 tahun 2017. Harapan kami ke depannya, makin banyak pihak yang mempraktikkan pengelolaan sampah bertanggung jawab sesuai regulasi dan target yang dibuat oleh pemerintah,” demikian tutup Founder dan Managing Director Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano.

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami