Industry Updates

Kisah Zabbaleen People: Orang-Orang Sampah dari Kairo, Mesir

Di pinggiran kota Kairo, tepatnya di dasar perbukitan Mokattam, terdapat sebuah kota bernama Manshiyat Nasser, atau lebih dikenal dengan sebutan Kota Sampah.

Some boys were standing in front of a pile of garbage in Manshiyat Nasser. Source: Ayoung0131/EnglishWikipedia
Beberapa anak laki-laki di dekat tumpukan sampah di Mashiyat Nasser. Sumber: Ayoung0131/EnglishWikipedia

Manshiyat Nasser merupakan area kumuh yang menjadi tempat tinggal sekitar 262.000 orang Mesir yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang kemudian dijuluki sebagai Zabbaleen People, sebuah istilah dalam bahasa Arab Mesir yang artinya “Orang-orang Sampah”.

Manshiyat Nasser: Kota Dimana 85% Sampah Penduduk Kairo Diolah dan Didaur Ulang

Seperti namanya, Manshiyat Nasser dipenuhi oleh sampah yang tersebar di jalan, di sudut-sudut kota, dan bahkan di atap-atap rumah. Kota ini juga tidak memiliki infrastruktur dasar yang mumpuni seperti listrik, air, dan selokan. Manshiyat Nasser menerima sampah dari Kairo, dan orang-orang Zabbaleen menafkahi diri dari mengumpulkan dan menjual sampah-sampah yang ada.

Asal-usul orang-orang Zabbaleen sendiri dapat ditelusuri ke tahun 1940 silam, saat dimana para petani dari Mesir Utara bermigrasi sebagai akibat dari kemiskinan dan gagal panen. Pada awalnya, orang-orang ini memulai hidup baru dengan beternak hewan seperti babi, ayam, dan kambing.

Akan tetapi, mereka beralih profesi menjadi pengumpul dan pendaur ulang sampah kota Kairo yang ternyata lebih menguntungkan. Jika ditarik garis mundur, maka eksistensi Manshiyat Nasser sebagai kota sampah beserta orang-orang Zabbaleen yang tinggal di dalamnya sudah ada selama lebih dari 70 tahun.

Kondisi yang sedemikian rupa juga disebabkan oleh ketiadaan sistem manajemen sampah yang efisien yang dimiliki oleh daerah metropolitan Kairo.   

Adapun cara orang-orang Zabbaleen mengumpulkan sampah dari Kairo yaitu dengan menawarkan jasa pengangkutan sampah dari rumah ke rumah dengan biaya yang kecil. Sampah ini kemudian diangkut ke Manshiyat Nasser dengan menggunakan truk atau gerobak yang ditarik menggunakan keledai.

Setelah sampai di rumah, sampah-sampah yang ada kemudian disortir menjadi yang bisa dan yang tidak bisa didaur ulang.

Pile of garbage in the streets and on a garbage truck in Manshiyat Nasser. Source: www.dailymail.co.uk
Tumpukan sampah di jalan dan di atas truk pengangkut sampah di kota Manshiyat Nasser. Sumber: www.dailymail.co.uk

Kegiatan pengolahan sampah dilakukan secara kolektif, dan orang-orang Zabbaleen sudah memiliki peranannya masing-masing, mulai dari mengumpulkan, mengangkut, dan memilah sampah. Biasanya, pekerjaan mengumpulkan dan mengangkut sampah dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan dan anak-anak mendapat tugas untuk memilah sampah.

Setiap anggota keluarga juga biasanya memilah sampah dari kategori yang berbeda, misalnya seorang suami memilah sampah plastik sedangkan sang istri bertugas memisahkan sampah kertas.

Meski terdengar sederhana dan konvensional, sistem pengolahan sampah yang dilakukan oleh orang-orang Zabbaleen sangat efektif, dibuktikan dengan tingkat daur ulang sampah yang mencapai 85% dari total 7,000 ton sampah yang mereka terima setiap harinya.

Sebagai kota, Manshiyat Nasser memiliki aturannya sendiri, seperti alokasi area dan pembagian sampah untuk masing-masing rumah tangga, yang tidak boleh dilanggar. Dengan sistem yang seperti ini, Kota Sampah di Kairo ini menjadi mandiri dan sepenuhnya bergantung pada sampah-sampah yang mereka terima. Mereka bahkan memiliki toko, kafe, dan sekolah lokal untuk anak-anak.

Kontroversi Kaum Zabbaleen

Orang-orang Zabbaleen dapat dikatakan sangat berjasa bagi kota Kairo, karena jika mereka tidak mendaur ulang sampah-sampah yang diterima dari Kairo, maka kota tersebut bisa jadi tenggelam dalam gunungan sampah. Sayangnya, selain lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat, kehidupan orang-orang Zabbaleen masih jauh dari kata ideal.

Mereka masih dipandang sebelah mata oleh orang-orang  karena dianggap melakukan pekerjaan yang “jorok” dan rendahan. Selain itu, orang-orang Zabbaleen juga menerima diskriminasi karena mereka merupakan pemeluk agama Kristen Koptik yang menjadikan mereka minoritas diantara orang-orang Kairo yang kebanyakan beragama Islam.

Two children posing in front of garbage piles. Source: A Youtube video entitled” The Zabbaleen of Garbage City.”
Dua orang anak kecil yang sedang berpose di depan tumpukan sampah. Sumber: Video Youtube berjudul The Zabbaleen of Garbage City.

Di tahun 2003, pemerintah Mesir sempat menyewa perusahaan swasta untuk menangani sampah di Kairo. Akan tetapi, perusahaan lokal tersebut tidak menyanggupi karena jumlah sampah yang dihasilkan melebihi kapasitas yang mampu mereka olah.

Meski urusan pengolahan sampah Kairo pada akhirnya kembali ditangani oleh orang-orang Zabbaleen, tindakan pemerintah untuk mengontrak perusahaan pengelola sampah secara tidak langsung dipandang sebagai tindakan yang dapat semakin memarjinalkan kehidupan orang-orang Manshiyat Nasser yang sepenuhnya bergantung kepada sampah.

Tidak hanya itu, ketika kasus flu babi sedang marak terjadi di berbagai tempat di tahun 2009, pemerintah Mesir memutuskan untuk membunuh 350 ribu ekor babi yang sebagian besar dimiliki oleh orang-orang Zabbaleen, sebuah keputusan yang disebut WHO “tidak berdasarkan bukti-bukti ilmiah”, mengingat di Mesir sendiri tidak ada kasus flu babi.

A man is catching a pig to be brought to the slaughterhouse in Cairo. Source: Shawn Baldwin/The New York Times
Seorang laki-laki sedang menangkap seekor babi untuk dibawa ke rumah potong di Kairo. Sumber: Shawn Baldwin/The New York Times

Tindakan ini menyebabkan dampak yang sangat merugikan penduduk Manshiyat Nasser karena hewan tersebut memegang peranan penting dalam pengelolaan sampah dengan cara memakan sisa sampah organik dan makanan yang membusuk.

Babi tersebut kemudian dapat dijual ke restoran atau hotel yang melayani turis Non-Muslim untuk dikonsumsi. Meskipun Kota Sampah tersebut dapat kembali bangkit, pengambilan sampah Kairo dan komunitas Zabbaleen sendiri hampir berhenti berfungsi, pun kondisi mereka setelah pulih tidak pernah sama.  

Sampah & Harapan Hidup Orang-orang Zabbaleen

Meski masih sering dipandang sebelah mata, orang-orang Zabbaleen tidak merasa malu terhadap apa yang mereka lakukan. Sebaliknya, mereka justru bangga karena

Children who are seen playing in the Garbage City of Manshiyat Nasser. Source: www.dailymail.co.uk
Anak-anak yang sedang bermain di “Kota Sampah” Manshiyat Nasser. Sumber: www.dailymail.co.uk

dengan mengolah sampah, mereka dapat menghidupi keluarga mereka dan secara tidak langsung ikut membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Terlepas dari senang atau tidaknya orang-orang Zabbaleen terhadap kehidupan yang mereka jalani, mereka memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, karena angka harapan hidup orang-orang Zabbaleen sendiri bergantung kepada jenis pekerjaan mereka.

Laki-laki dewasa Zabbaleen yang bertugas mengangkut sampah cenderung memiliki masalah pada punggung mereka. Ada juga perihal kecelakaan kerja yang sering terjadi, mulai dari menyentuh sampah medik, memegang pecahan kaca tanpa menggunakan sarung tangan, dan lain-lain.    

Menurut Assad R. (1998) dalam penelitiannya tentang pemukiman orang-orang Zabbaleen yang berjudul “Upgrading the Mokattam Zabbaleen (Garbage Collectors) Settlement in Cairo: What Have We Learned?”, tingkat kematian bayi, terutama akibat tetanus, sangatlah tinggi.

Di tahun 1981, tingkat kematian bayi mencapai 240 kematian untuk setiap 1,000 kelahiran. Walaupun tingkat mortalitas tersebut kemudian turun menjadi 117 bayi per 1,000 kelahiran di tahun 1991, angka tersebut masih termasuk besar dibandingkan angka rata-rata kematian bayi di Kairo selama tahun 1990-1995, yaitu 45.6 bayi untuk setiap 1000 kelahiran.

Para orang tua di kota Manshiyat Nasser ingin agar anak-anak mereka mampu mendapatkan pendidikan yang layak sehingga kelak mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan yang seolah-olah telah mendarah daging dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sayangnya, hal yang lebih sering terjadi adalah anak-anak terpaksa ikut membantu memilah sampah, bahkan di usia yang masih dini. Jika mereka boleh memilih, penduduk Manshiyat Nasser tentu tidak ingin terus-terusan hidup di bawah garis kemiskinan dan lingkungan yang kotor.

A woman sorting the garbage in Manshiyat  Nasser. Credit: Scott Nelson/2009
Seorang perempuan yang tengah memilah sampah di Manshiyat  Nasser. Foto kredit: Scott Nelson/2009

Kondisi yang Serupa di Bantar Gebang

Di TPA Bantar Gebang, diperkirakan sebanyak 18.000 orang tinggal di desa yang berada di sekitar area Bantar Gebang, dan 6.000 diantaranya berprofesi sebagai pemulung.

Selain masalah air dan udara yang tercemar, orang-orang yang tinggal dan hidup dari mengolah sampah di Bantar Gebang juga mengalami adanya kesenjangan sosial dan psikologis, di mana bau sampah membuat penduduk Bantar Gebang, terutama anak-anak, merasa kurang percaya diri dan enggan bergaul dengan orang-orang yang tinggal di luar daerah Bantar Gebang.

Meski begitu, usaha-usaha perbaikan Bantar Gebang terus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun komunitas lokal. Dari segi pemerintah, sejak pengelolaan Bantar Gebang diambil alih oleh Pemerintah Provinsi DKI jakarta di tahun 2016, terjadi beberapa perubahan drastis, mulai dari upaya penghijauan, pemasangan tanah merah yang ditutup oleh geomembran berwarna hitam pada tumpukan sampah untuk mengurangi bau yang menyengat, hingga pembenahan tumpukan sampah untuk mencegah longsor.

Selain itu, sebuah gerakan sosial yang diberi nama Bantar Gebang Biji (BGBJ) berkomitmen untuk memupuk benih harapan pada orang-orang yang tinggal di Bantar Gebang melalui berbagai aktivitas di bidang pendidikan dan wirausaha. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Bantar Gebang, kamu bisa membaca informasi yang ada di website Waste4Change.    

Pekerjaan mengolah sampah bukanlah sesuatu yang semua orang bisa dan ingin lakukan, itulah alasan mengapa orang-orang seperti Zabbaleen dan penduduk di Bantar Gebang butuh untuk diapresiasi dan mendapat perhatian, bukan malah semakin dimarjinalkan.     

Memanusiakan Pengelola Sampah Melalui Pemilahan Sampah yang Bertanggung Jawab

Di Waste4Change, kami percaya bahwa operator pengolah sampah berhak untuk diberdayakan dan mendapatkan penghidupan yang lebih layak.

Karena itulah, para operator sampah yang bekerja di Waste4Change diharuskan untuk mengenakan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan saat sedang bekerja. Operator Waste4Change sendiri terbagi menjadi dua tim, yaitu tim pemilah dan tim pengumpul sampah.

Standar operasional kerja dan peraturan perlengkapan tersebut bertujuan untuk melindungi mereka dari risiko yang mungkin muncul saat sedang memilah dan mengolah sampah, misalnya tangan yang terkena pecahan kaca atau gangguan pernapasan akibat bau/abu sampah.

Waste4Change juga mencegah adanya bahan-bahan berbahaya yang mungkin bisa melukai operator sampah seperti pecahan kaca, sampah medis, dan sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dengan cara mendukung pemilahan sampah dari sumber, baik secara tertulis, verbal, maupun menyediakan fasilitas kotak sampah terpilah.

Selain menyediakan lingkungan kerja yang lebih baik, operator sampah Waste4Change juga menerima pemasukan yang lebih stabil  jika dibandingkan dengan pendapatan mereka sebelum bekerja di Waste4Change.

Operator Pengolah Sampah Waste4Change
Operator Pengolah Sampah Waste4Change

Sebagai manusia yang masih menghasilkan sampah, hal yang setidaknya dapat kita lakukan adalah dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dan hal tersebut dapat dimulai dengan melaksanakan kegiatan pilah sampah sesuai dengan kategori yang ada.

Waste4Change menyediakan jasa pengelolaan sampah yang diberi nama Zero Waste to Landfill (ZWTL), dimana kami memastikan bahwa sampah dari klien kami diangkut secara terpilah dan tidak berakhir begitu saja di TPA. Selain itu, Waste4Change juga melayani jasa pengolahan sampah berupa pengangkutan sampah individu.   

Dengan memilah sampah, kamu tidak hanya membantu mengatasi permasalahan lingkungan dan mendukung terwujudnya Ekonomi Melingkar (Circular Economy), tetapi juga dalam meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang mencari nafkah dari mengolah sampah.

Membutuhkan jasa pengangkutan sampah yang bertanggung jawab dan terpilah? Silahkan menghubungi Waste4Change.

Baca artikel versi Bahasa Inggris/English version di sini.

Referensi:

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami