Contents
Tren Pendakian Gunung yang Kian Meningkat
Beberapa tahun belakangan ini, aktivitas mendaki gunung menjadi populer di kalangan anak muda. Faktor penyebabnya ada beberapa hal, salah satunya karena dirilisnya film-film bertemakan pendakian, seperti misalnya film 5 CM yang merupakan adaptasi dari novel dengan judul serupa.
Selain itu, media sosial juga berperan dalam meramaikan tren pendakian gunung di kalangan anak muda. Hal ini antara lain karena banyak orang yang turut mengunggah foto-foto hasil pendakian mereka yang instragamable ke media sosial, yang kemudian mempengaruhi orang-orang lain yang melihat untuk ikut mencoba kegiatan mendaki gunung.

Semakin kesinipun, kegiatan mendaki gunung tidak lagi dilihat sebagai kegiatan yang eksklusif dan mahal, karena ada banyak destinasi gunung yang dapat dipilih sesuai dengan anggaran dana dan juga tingkat keahlian/pengalaman calon pendaki. Adapun semangat kebersamaan dan pemandangan alam yang memukau lah yang menjadi iming-iming utama para pendaki.
Sayangnya, kegiatan mendaki gunung yang menjadi lebih inklusif ini juga diikuti dengan dampak negatif yang harus menjadi perhatian kita, yaitu perihal sampah yang menumpuk di gunung. Faktanya, gunung tidak luput dikotori oleh sampah yang ditinggalkan manusia, baik gunung-gunung di Indonesia maupun di negara lain.
Permasalahan Sampah pada Gunung-Gunung yang Sering Didaki
Gunung Everest, Tempat Pembuangan Sampah Tertinggi di Dunia
Di tahun 2018 dan 2019, sebanyak kurang lebih 1,300 orang telah mendaki Everest, gunung tertinggi di dunia. Everest bahkan dijuluki sebagai tempat pembuangan sampah tertinggi di dunia.
Hasil ekspedisi pembersihan Gunung Everest yang diselenggarakan pemerintah Nepal di tahun 2019 berhasil mengumpulkan 11 ton sampah. Sampah yang dikumpulkan antara lain kaleng oksigen, kosong, tali, kantong plastik, robekan tenda, dan bahkan kotoran manusia.



Di Kamp 4 misalnya, atau biasa disebut South Col, ada sekitar 30 buah tenda dan 5,000 ton sampah yang ditinggalkan disana. Selain itu, di Kamp 2 diperkirakan terdapat 8,000 ton sampah kotoran manusia dari musim pendakian tahun 2019 saja.
Sampah-sampah ini tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga bisa menyebabkan masalah kesehatan. Sampah dan kotoran manusia yang ditinggalkan di gunung Everest akan mencemari sumber air minum penduduk yang tinggal di base camp Everest atau di daerah sekitar pegunungan Himalaya.



Seorang profesor Ilmu Lingkungan dari Universitas Western Washington yang bernama John All menyatakan bahwa saat melakukan ekspedisi penelitian ke Kamp.2, 8 dari 10 orang rombongannya mengalami sakit pencernaan karena mengkonsumsi air yang tidak higienis.
Adapun sampah non-organik seperti tenda dan kaleng oksigen bekas akan membahayakan keselamatan para pendaki dalam menavigasi medan yang bersalju dan licin. Kondisi cuaca di Everest juga ikut memperburuk situasi, karena angin yang kencang akan menerbangkan robekan tenda yang ditinggalkan dan membuatnya berserakan serta mengganggu jalur pendakian.



Sampah di Destinasi Pendakian Populer di Indonesia
Di Indonesia, masalah sampah juga ditemui di gunung-gunung yang sering dijadikan destinasi pendakian. Berdasarkan catatan dari Trashbag Community, sebanyak 2,4 ton atau lebih dari 600 kantong sampah berhasil dikumpulkan dari 15 gunung di Indonesia dalam kegiatan bersih-bersih yang bernama Sapu Jagad di tahun 2015. Sampah plastik mendominasi dengan persentase 36% atau sekitar 769 kg, disusul sampah botol plastik 23% (491 kg) dan sampah puntung rokok sebanyak 10% (213 kg).



Volume sampah yang banyak juga tercatat di Gunung Rinjani. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Rinjani, Agus Budi Santosa melaporkan sebanyak 1,5 ton sampah berhasil diangkut dari Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat di tahun 2016. Komposi sampahnya yaitu sampah organik 413 kg dan non-norganik 1.061 kg.
Cerita yang serupa juga dijumpai di gunung Bromo. Teguh Wibowo selaku ketua Komunitas Bromo Lover mengatakan bahwa sejumlah titik di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) saat ini banyak ditemui sampah berserakan salah satunya yakni di area kaldera. Selain itu, jumlah sampah yang diangkut dari Pananjakan Bromo setara 2 pick up atau sebanyak setengah ton. Sampah tersebut berupa bungkus plastik makanan dan botol minuman plastik yang sukar terurai.
Upaya yang Sudah Dilakukan untuk Mengatasi Permasalahan Sampah di Gunung
Berbagai macam upaya sudah dan tengah dilakukan oleh berbagai pihak untuk membersihkan gunung dari sampah yang ditinggalkan para pendaki. Di Everest misalnya, diberlakukan denda sebesar $100 untuk setiap kilogram sampah yang tidak dibawa turun oleh pendaki. Selain itu kegiatan bersih-bersih sampah juga seringkali dilakukan. Berdasarkan data dari Komite Pengendalian Pencemaran Sagarmatha (SPCC) misalnya, para pendaki di Nepal berhasil mengangkut 25 ton sampah dan 15 ton kotoran manusia dari gunung Everest di tahun 2017.



Pihak berwenang Nepal juga akan mengeluarkan larangan penggunaan plastik sekali pakai di wilayah pegunungan Everest. Larangan itu akan berlaku di kotamadya Khumbu Pasang Lhamu mulai Januari 2020 nanti.
Di Indonesia sendiri, upaya untuk mengurangi jumlah sampah di gunung juga sudah mulai diterapkan, salah satunya di gunung Semeru. Wisatawan atau pendaki gunung Semeru harus melaporkan makanan dan minuman yang mereka bawa dan berpotensi menjadi sampah. Nantinya, sampah tersebut harus dibawa turun agar tidak dikenai sanksi.
Di samping itu, kegiatan edukasi dan sosialisasi kepada komunitas pendaki maupun pencinta alam juga terus dilakukan, disertai juga dengan kegiatan bersih-bersih sampah yang ada di gunung itu sendiri.



Menjadi Pendaki Gunung yang Bertanggung Jawab
Meninggalkan sampah sisa pendakian seringkali dilakukan dengan dalih mengurangi beban yang dibawa oleh para pendaki. Alasan ini tentu tidak menyelesaikan masalah karena sampah yang ditinggalkan akan menimbulkan dampak negatif untuk pendaki-pendaki berikutnya dan juga untuk lingkungan sekitar.
Lebih parahnya lagi, kita justru membebankan masalah sampah tersebut ke orang lain yang bertugas dan/atau berinisiatif membersihkan sampah-sampah yang mengotori gunung.



Padahal, membersihkan sampah di gunung tidak mudah jika dibandingkan membersihkan sampah di tempat-tempat umum. Lereng yang terjal dan medan yang tidak rata mempersulit akses untuk kendaraan pengangkut sampah. Sebagai akibatnya, sampah-sampah harus dikumpulkan dan diangkut ke bawah secara manual.
Hal ini tentunya bisa dihindari apabila setiap orang mau bertanggung jawab terhadap sampah yang dia hasilkan. Para calon pendaki bisa mulai menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam kegiatan pendakian mereka, antara lain dengan cara:
- Mengurangi barang bawaan yang berpotensi menjadi sampah (makanan dan minuman instan, alat makan plastik)
- Membawa wadah makanan dan minuman yang bisa dipakai berulang kali (tumbler, kotak bekal)
- Menyediakan wadah khusus untuk membawa sampah yang dihasilkan
- Mengkompos sampah organik (bila memungkinkan)
- Memastikan bahwa sampah non-organiknya didaur ulang
Sebagai wirausaha sosial di bidang pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, Waste4Change turut mendukung penerapan konsep 3R di destinasi wisata, dan salah satu programnya adalah kerja sama antara Waste4Change bersama Greeneration Indonesia dan Coca-Cola untuk pembentukan EcoRanger di Pulau Merah di Banyuwangi
Mari menjadi pendaki dan wisatawan yang bertanggung jawab dan jaga keindahan alam kita!
Referensi:https://www.livescience.com/63061-how-much-trash-mount-everest.html
https://news.trubus.id/baca/31074/pemerintah-nepal-keluarkan-larangan-plastik-sekali-pakai-di-gunung-everest
https://travel.detik.com/travel-news/d-4368560/sampah-bertebaran-di-gunung-bromo-usai-libur-tahun-baru-2019
https://news.trubus.id/baca/29068/tim-ekspedisi-gunung-everest-berhasil-turunkan-11-ton-sampah-dan-4-jasad-manusia
https://travel.kompas.com/read/2017/08/18/093600627/imbas-tren-pendakian-gunung-volume-sampah-di-gunung-meningkat?page=all
https://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-5852843/Mount-Everest-high-altitude-rubbish-dump.html
https://apnews.com/fa4daa281ce7420e80aab204228e2409