Industry Updates

Perbedaan Food Loss dan Food Waste dan Cara Kita Menghindarinya

Food loss dan Food waste

Isu limbah makanan tidak lagi asing di telinga kita. Namun istilah yang marak kita dengar biasanya hanya terpusat pada food waste. Selain food waste, ada pula istilah lain yang juga dirujuk pada masalah limbah makanan: food loss.

1.3 milyar ton makanan terbuang tiap tahun di seluruh dunia. Sumber: Food and Agriculture Organizations of the United Nations (FAO UN)

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO UN) dalam The State of Food Agriculture 2019 menyatakan:

Food loss adalah penurunan kualitas makanan dari perilaku pemasok bahan makanan di luar ritel, penyedia jasa makanan, dan konsumen.

Lema ini merujuk pada limbah makanan yang kita sebagai konsumen tidak ikut andil di dalamnya.

Food loss umumnya disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur, faktor iklim dan lingkungan, serta kelalaian dalam proses produksi, penyimpanan dan distribusi. Food loss terjadi di tangan pertama rantai produksi pangan, contohnya pada petani maupun pabrik bahan olahan.

Sementara food waste terjadi di tahap akhir rantai produksi pangan.

Food waste adalah bahan makanan yang semula diproduksi untuk konsumen namun dibuang atau batal dikonsumsi; termasuk pula makanan yang masih laik makan maupun yang basi sebelum dibuang.

Food waste terjadi pada level ritel dan konsumen, serta lebih dikaitkan pada perilaku konsumsi dan mekanisme penyimpanan makanan. Contohnya makanan kadaluarsa di ritel, yang tidak habis dimakan, dan yang kurang matang. 

 

Perlukah Kita Serius Menangani Limbah Makanan?

Tentu kita tidak lupa dengan peristiwa meledaknya TPA Leuwigajah di Cimahi, 21 Februari 2005 silam. Tumpukan sampah yang menggunung itu meledak pasca diguyur hujan dan mengubur dua pemukiman serta menewaskan 143 orang.

Sejak saat itu, 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Tumpukan sampah basah organik dan anorganik itu menghasilkan gas metana yang menjadi penyebab meledak dan longsornya TPA di Kampung Adat Cirendeu, Cimahi itu.

Kalau saja kita sudah memilah sampah organik dan anorganik, nyawa orang dapat terselamatkan.

Pilah sampah organik dan anorganikmu di wadah terpisah. Sumber: Shutterstock/Gary Perkin

Limbah makanan yang masuk TPA bukan hanya yang berasal dari kegiatan domestik di rumah.

Penyumbangnya bisa dari katering, industri rumahan, restoran, hotel, kantin sekolah atau kampus, hingga ke warung kecil di pinggir jalan. Sisa makanan di piringmu dapat menjadi faktor penghasil gas rumah kaca antropogenik.

Menurut Food Sustainability Index, 2017, setiap orang di Indonesia membuang makanan 300 kg per tahun, dan jika dikali dengan jumlah penduduk menjadi sekitar 87 juta ton.

Karena hal ini, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah makanan terbanyak kedua di dunia setelah Arab Saudi.

Melihat banyaknya kampanye bebas plastik dan perusahaan ritel mulai beralih ke tas kain atau paperbag, dapat dibilang kita sudah sadar akan bahaya sampah plastik.

Namun sepertinya limbah makanan tidak mendapat eksposur sebanyak sampah plastik. Padahal, lebih dari 50% sampah yang masuk TPA ialah sampah organik, kebanyakan di antaranya berupa sampah makanan.

Baca juga fakta penting food waste yang perlu kamu tahu

Kita tidak sadar seberapa sering membuang makanan dan dampak buruk yang dihasilkan bagi ketahanan pangan, lingkungan dan krisis iklim.

Mengurangi limbah makanan dapat bermanfaat baik sekarang dan di masa yang akan datang.

 

Lalu, Bagaimana Menguranginya?

Jika masih sulit bagimu mencegah terjadinya sampah makanan, berikut beberapa cara menguranginya.

  1. Tidak ‘Lapar Mata’

Salah satu cara paling mudah ialah dengan menghabiskan makanan di piring kita. Ambil porsi secukupnya untuk mengurangi potensi kekenyangan dan menyisakan makanan. Kamu dapat juga melakukan food prep dan membuat daftar belanja untuk mengurangi bahan makanan terbuang.

  1. Menjadi Donor Makanan

Kita terbiasa mendengar orang donor darah, mungkin kita sendiri pun kerap menjadi donor darah. Namun pernahkah kamu mendonasikan makanan?

Mendonasikan pangan utuh ke bank makanan ataupun orang yang membutuhkan dapat mencegah limbah makanan menuju TPA.

Donasi dapat berupa beragam jenis makanan: mulai dari makanan basah, makanan kemasan, roti, kue, dan juga bahan makan seperti sayur dan buah-buahan.

Semua yang laik makan dapat didistribusikan ke bank makanan, pantry darurat atau dapur umum. Perusahaan ritel yang produknya mendekati tanggal kadaluarsa biasanya menyalurkannya pada bank makanan. (baca juga salah satu bank makanan di Indonesia di sini)

  1. Membuat Kompos Sendiri
Pastikan sisa dapurmu tidak terbuang ke TPA. Sumber: iStock

Mengompos sisa makanan dapat menjadi solusi penanganan sampah organik dalam skala rumah tangga.

Sisa dapur yang tidak dapat dimakan (cth. kulit sayur dan buah, kulit telur, batang sayuran hijau) bisa dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman di rumah.

Meski begitu, tetap ada sisa sampah organik yang tak dapat dikompos. Di antaranya adalah batok kelapa, produk susu, daging, tulang ayam maupun duri ikan. (baca juga cara-cara mengompos di rumah)

Composting Bag Waste4Change

Kini tutorial membuat komposter rumahan mudah ditemui di blog maupun Youtube, alatnya pun dijual bebas.

Waste4Change juga menyediakan composting bag untuk membantumu belajar mengompos di rumah. Pemesanan composting bag dari Waste4Change sudah dilengkapi instruksi pemakaian, sehingga kamu tidak perlu bingung untuk menangani sampah organikmu.

English version read HERE.

 

References:
https://www.usda.gov/foodlossandwaste/why
https://guelphfoodwaste.com/2018/08/01/food-loss-vs-waste-whats-the-difference/
https://www.epa.gov/sustainable-management-food/how-prevent-wasted-food-through-source-reduction
https://www.un.org/en/observances/end-food-waste-day
http://www.fao.org/publications/sofa/en/; 2019. The State of Food and Agriculture; Food and Agriculture of United Nations

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami