Industry Updates

AMDAL Dihapuskan? Ini Solusi Terbaik untuk Studi Kelayakan Lingkungan di Indonesia

AMDAL merupakan kajian tentang dampak penting dari suatu usaha dan kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Tujuannya adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Baca selengkapnya terkait AMDAL dan penerapannya.

Perkembangan Berita Wacana Penghapusan AMDAL di Indonesia

Wacana penghapusan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menuai kontroversi di kalangan investor, pemerintah, dan pemerhati lingkungan. Ketiga kelompok tersebut memiliki pendapat yang kuat dan berbeda. Berita seputar keberatan Jokowi terhadap rumitnya perizinan pembangunan untuk investor menjadi salah satu alasan AMDAL dan IMB diwacanakan untuk dihapuskan.

Birokrasi perizinan AMDAL dan IMB dikatakan disederhanakan untuk kemudian disertakan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pengajuan penggunaan RDTR sebagai cara untuk mengevaluasi kelayakan lingkungan di Indonesia ini dilakukan dengan alasan untuk memudahkan pengusaha berinvestasi di Indonesia. 

Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi kabupaten/Kota pengertian Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 tahun dan ditinjau kembali setiap lima tahun sekali.

Peninjauan dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam lima tahun jika terjadi perubahan lingkungan strategis berupa bencana alam skala besar dan perubahan batas wilayah daerah.

Ilustrasi limbah pabrik. Sumber: Pinterest.com

Pro dan Kontra Penghapusan AMDAL

Menurut Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Kepala BPN Abdul Kamarzuki, AMDAL tak lagi diperlukan karena dalam penyusunan tata ruang baik melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), aspek-aspek mengenai AMDAL sudah dipertimbangkan.

Beragam pro dan kontra timbul dari berbagai kelompok. Wakil Departemen Walhi, Edo Rahman mengatakan, wacana penghapusan RDTR lebih darurat dibanding menghilangkan IMB dan AMDAL. Edo memberi alasan bahwa keberadaan RDTR kerap diabaikan oleh pemerintah, dalam pernyataannya disebutkan realitanya sampai sekarang dari kurang lebih 514 kabupaten dan kota, berdasar ATR/BPN baru 53 kabupaten dan kota yang memiliki RDTR. Edo menyimpulkan dari data tersebut pemerintah daerah tidak mewajibkan RDTR untuk diterapkan di daerahnya. 

Tak hanya Edo, pendapat lain seputar kontranya terhadap penghapusan AMDAL dinyatakan oleh ahli ekonom Emil Salim, dirinya menyatakan AMDAL dan IMB kerap menjadi sumber korupsi. Menurutnya juga, bukan AMDAL dan IMB yang harus dihapus, melainkan hal-hal yang menyebabkan birokrasi dalam membuat AMDAL dan IMB harus dihapus.

“Saya tanya ke pejabat di pemerintahan, kenapa AMDAL mau dibuang? Dia bilang, maksud baik bikin AMDAL. Tapi fakta keadaan AMDAL disogok, diperkosa pengusaha. AMDAL jadi sumber korupsi,” kata Emil.

 Di sisi lain, pendapat terkait penyetujuan wacana penghapusan AMDAL disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny.

“Terkait dengan IMB dan AMDAL selama ini menjadi momok bagi kami pelaku usaha. AMDAL ini kan memang yang selalu prosesnya panjang, harganya mahal, dan sebagainya,” ungkapnya.

Penggunaan RDTR sebagai penyederhanaan AMDAL dan IMB tak memiliki relevansi yang mampu diterima oleh kalangan pemerhati lingkungan ataupun kelompok yang kontra terhadap wacana penghapusan AMDAL dan IMB. Poin yang membuat AMDAL tak dapat digantikan oleh RDTR adalah AMDAL menanggungjawabi khusus untuk satu kegiatan, sedangkan RDTR menanggung jawabi satu kawasan/perkotaan/kawasan strategis.

Perbandingan di atas relevan dengan apa yang dikatakan oleh Walikota Bogor Bima Arya yang melakukan penolakan terhadap wacana penghapusan AMDAL dan IMB dengan tegas. Dirinya menilai IMB dan AMDAL masih diperlukan lantaran belum ada sistem pengawasan yang mumpuni. Selain itu, penghapusan kedua izin itu dinilai hanya akan memperburuk penataan pembangunan di daerah.

Solusi Studi Kelayakan Lingkungan dari Waste4Change

Dari hasil wawancara yang kami lakukan dengan Muhammad Fariz, Solid Waste Management Specialist dari Waste4Change, Penyebab terjadinya kontroversi dari AMDAL dan IMB adalah karena prosesnya yang dinilai memakan waktu lama sehingga menghambat investasi.

Proses yang lama ini menurut Fariz disebabkan oleh banyaknya proses revisi yang perlu dilakukan tim penyusun AMDAL pada saat sidang komisis penilaian AMDAL. Banyaknya revisi tersebut seringnya dikarenakan kurangnya data primer yang disajikan dan juga analisis yang tidak mendetail.

Kompetensi tim penyusun AMDAL juga perlu diperbaiki dari sisi proses penilaian dan sertifikasi sehingga tim yang menyusun AMDAL betul-betul memiliki kompetensi dan integritas yang baik.

Narasumber Muhammad Fariz, Solid Waste Management Specialist Waste4Change

Apabila perbaikan AMDAL di atas dilakukan, harapannya proses AMDAL yang lama dapat menjadi lebih efektif sehingga investasi dapat berjalan dengan efektif tetapi perlindungan dan keberlanjutan lingkungan juga tetap dapat terjaga.

Apabila kebijakan penghapusan Dokumen AMDAL tetap dihapuskan dan digabung dengan dokumen RDTR, tantangan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dokumen RDTR dapat dioptimalkan dengan mengakomodir semua bentuk pengendalian dan pemantauan dari seluruh jenis kegiatan usaha, tidak hanya yang bersifat umum dan kawasan tertentu saja.

Pengambilan data primer untuk kondisi lingkungan (rona awal) juga perlu dilakukan secara representatif oleh pihak penyusun RDTR apabila hendak menggabungkan kajian dokumen AMDAL ke dalam kajian Dokumen RDTR.

Menanggapi pernyataan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang menyatakan RDTR lebih mendesak untuk dihapuskan, Fariz menjelaskan bahwa jika kita mengacu pada kebutuhannya maka keduanya masih dibutuhkan, namun RDTR cakupan peraturannya lebih universal dan lebih mengatur dari sisi tata ruang (spasial), yang di dalamnya mengatur tentang aspek ekonomi, kependudukan, fisik wilayah, dan cakupan area yang lebih terbatas.

Sehingga, jika dilihat dari sisi implementasinya untuk evaluasi kelayakan lingkungan suatu area, dokumen RDTR perlu dioptimalkan. 

Kelayakan Pengelolaan Sampah yang Diatur oleh AMDAL dan RDTR

Lahirnya UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan mampu menjawab tantangan kedepannya tentang permasalahan yang menyangkut pemanfaatan lingkungan termasuk dalam hal ini adalah masalah pengelolaan sampah kota.

Menurut Fariz, saat ini AMDAL masih belum cukup untuk menjadi satu-satunya acuan pengaturan sampah perusahaan/kegiatan. Elemen terkait pengelolaan sampah yang diatur AMDAL sebagian besar merupakan dokumentasi kegiatan kumpul, angkut, buang sampah dan penjadwalan pengangkutan sampah atau dapat dikatakan hanya menerapkan pengelolaan sampah secara umum.

Ada atau tidaknya AMDAL ke depannya untuk kajian persampahan secara lebih spesifik, Fariz berharap AMDAL dan RDTR mendorong adanya sebuah kajian yang lebih komprehensif terkait persampahan.

Terlepas dari syarat dokumen pengelolaan sampah yang diatur AMDAL ataupun RDTR untuk izin penyelenggaraan bisnis atau kegiatan yang berdampak lingkungan di suatu area, studi dan perencanaan pengelolaan sampah yang mendetail dan mumpuni penting bagi keberlanjutan sebuah usaha dan kelestarian lingkungan.

Waste4Change juga menyediakan jasa layanan Solid Waste Management Research (Studi Pengelolaan Sampah) untuk membantu perencanaan dan implementasi pengelolaan sampah suatu kegiatan usaha/non-usaha agar dapat berpartisipasi secara optimal dalam upaya pengendalian lingkungan yang berkelanjutan. 

Waste4Change dapat berkontribusi untuk membantu mengoptimalkan kajian pengelolaan sampah yang komprehensif meliputi perencanaan jangka pendek hingga jangka panjang dengan mempertimbangkan 5 aspek persampahan yang meliputi aspek teknis kebijakan dan peraturan, aspek manajerial dan kelembagaan, aspek teknis dan operasional, aspek pembiayaan serta aspek partisipasi multipihak.

Studi ini juga dapat menjadi dasar perusahaan dalam menyusun kebijakan serta melaporkan kepada publik terkait capaian kinerja yang telah diraih sebagai bentuk pemenuhan kewajiban dan pelaksanaan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan.

Baca artikel versi Bahasa Inggris/English version di sini.

Posted on Last Updated on
Bagikan Artikel Ini

Mulai Pengelolaan Sampah
Secara Bertanggung Jawab
Bersama Waste4Change

Hubungi Kami